Ada banyak bentuk fisik yang aku dambakan untuk
menjadi seorang pasangan hidupku, ada begitu banyak sifat baik yang aku
inginkan supaya bisa aku jadikan partner untuk tua bersama. Inilah yang membuat
aku akhirnya jatuh ke beberapa pelukkan wanita. Ada yang benar-benar membuatku
jatuh cinta sehingga dia menjadi cinta pertamaku, tapi ada juga yang akhirnya
hanya menjadi bahan pelajaran untukku karena ternyata dia tidak baik untukku.
Pertama aku melihatmu hanya dari monitor computer tuaku,
dengan layar cembung membuatmu tampak sangat chubby. Tidak ada pengaruhnya? Iya aku tau, aku hanya ingin
membuatmu senang dengan tidak mengatakan kalau kamu itu gendut hehehe. Berawal
dari Friendster sebuah platform media sosial yang sangat
digandrungi pada masa itu tahun 2008 aku mulai mengenalmu, berbalas komentar di
laman masing-masing menjadi kegiatan yang rutin kita lakukan sampai akhirnya
kita berdua sama-sama beralih ke platform
lain yakni Facebook. Dari sana
sepertinya tidak cukup untuk kita berdua hanya saling mengirim wall-to-wall yang tampaknya menjadi
seperti menuliskan kata “Aku rindu kamu” di tembok rumahmu dan dilihat oleh
orang lain rasanya sangat canggung. Akupun memberanikan diri untuk menanyakan
nomor ponselmu saat itu, dan memulai percakapan via pesan singkat denganmu.
Jantung berdegup cepat, dan darah mengalir deras ke otak untuk menyusun kata
supaya bisa mulai saling kirim pesan denganmu.
Entah pesan apa yang aku kirimkan saat itu aku lupa
tapi yang aku ingat setelah itu kita jadi semakin intense dalam berkomunikasi. Tidak perlu menunggu saling online di Facebook dan yang aku senang adalah aku leluasa untuk mengucapkan
selamat pagi saat aku terbangun meski saat aku kirimkan ucapan itu kamu sudah
sampai sekolah karena aku bangun kesiangan dan juga aku bisa ucapkan selamat
malam ke kamu sebelum aku tidur walau aku tau mungkin kamu sedang sholat tahajud
ketika aku kirimkan pesan tersebut karena aku yang memang baru hendak tidur di
pukul segitu.
Semakin dekat kita maka semakin nyaman juga kita
berdua dalam berkomunikasi, memanfaatkan promo kalong dari provider Mentari yang memberikan kesempatan makhluk-makhluk miskin
sepertiku untuk bisa menghubungi kamu via
sambungan telephone dengan murah dan
bahkan gratis meski bayarannya harus rela tampil dengan wajah lesu karena
kurang tidur, dan kamu jadi sering terlambat bangun untuk ikut jemputan sekolah
saat itu. Kasihan sekali ya kamu, dan sekarang aku sadar kalau ternyata kamu itu
memang sudah rela berkorban untuk kita sedari dahulu. Bohong rasanya kalau
benih-benih cinta tidak tumbuh saat itu, sayangnya aku tidak ingat bagaimana
awalnya kita mulai menjadi mesra selayaknya sepasang kekasih, panggilan sayang
mulai menggema disambungan telephone,
pesan singkat yang masuk ke ponsel Nokia 2300 milikku jadi semakin hangat dan
wall-to-wall kita di Facebook pun
sudah tidak canggung untuk mengumbar kemesraan, tak lupa hampir setiap malam
rutin kita saling bercerita di layanan platform
MSN.
Tidak pernah tatap mata tapi ini nyata kalau kita
saling mencinta, iya kita berdua tidak pernah bertemu sebelumnya dan bahkan
sampai semua kemesraan mencuat, baik aku ataupun kamu tidak ada yang memiliki
niat untuk berusaha mewujudkan sebuah pertemuan. Hal tersebut tak lain tak
bukan karena sifatku yang memang sedikit malas untuk berjuang mengatasnamakan
cinta, kita ini LDR yang gak LDR-LDR banget karena aku di Ciledug dan kamu di
Depok. Tidak jauh memang, tapi sekali lagi aku ini memang malas berjuang dan
mengatasnamakan cinta, saat itu.
Hingga akhirnya aku bertindak realistis, ketika tahun
2009 ada wanita lain yang tampaknya menyukaiku dengan jarak rumah lebih dekat
akupun dengan bodo amatnya meninggalkanmu begitu saja untuk wanita tersebut. Jahat?
Ya memang, tapi sekali lagi aku bilang kalau aku ini bertindak realistis.
Akupun menjauh darimu meski sejujurnya aku tidak ingin, aku mau tetap
bersahabat denganmu tapi aku tau itu tidak akan pernah mungkin terjadi setelah
apa yang aku lakukan terhadapmu. Lost
contact, itulah yang terjadi dengan kita. Hubunganku dengan wanita inipun
berjalan hingga 2 tahun lebih sekian yang lalu kandas karena lagi-lagi aku
mengenal wanita lain dihidupku. Sok ganteng ya? Bukan, bukannya sok ganteng, tapi
kalau emang kita mampu untuk memiliki hal yang lebih baik kenapa kita harus
bertahan dengan hal yang tidak lebih baik dari yang bisa kita dapatkan? Sombong
ya? Ya memang!
Tapi dengan siapapun aku menjalani hidupku, kamu itu
selalu terlintas di mata dan pikiranku, karena kita berteman disegala platform media sosial. Bahkan di tahun
2011 kamu pernah menjadi pihak yang harus bertanggung jawab karena menjadi alasan
pacarku saat itu kehilangan rasa percayanya kepadaku dan aku baru tau kalau 3
tahun aku bersamanya telah terjalani tanpa 100% kepercayaan darinya, dan itu
karena kamu. Aku tegaskan lagi, karena kamu! Sial memang. Padahal interaksi
kita saat itu hanyalah terjadi di sosial media, kita tak lagi pernah
berkomunikasi di jaringan pribadi, tapi memang sepertinya itu cara Tuhan
perlahan mendekatkan kita lagi.
Awal tahun 2014 aku harus menelan pil pahit patah hati
dan aku memilih untuk menikmati kesendirianku karena rasa sakit dari kehilangan
dan kegagalan dalam hal menerima kenyataan kalau aku sudah tidak bersama dia
yang aku harus akui kalau dia adalah cinta pertamaku. Sempat sebenarnya aku
berniat untuk mengobati rasa perih dengan menghubungi kamu tapi dari layar smartphone aku tampak sekali kamu sedang
bahagia dengan pacarmu saat itu, jadi aku urungkan niatku untuk membuka
komunikasi denganmu. Lalu aku mulai menata hidupku lagi, membangun kepercayaan
dengan orang lain lagi, sulit tapi harus. Aku kemudian memiliki pasangan baru,
ada yang sebentar karena ternyata emang tidak seharusnya seseorang yang sudah
kamu anggap sebagai adikmu sendiri malah kamu jadiin pacar, bodoh itu namanya.
Dan ada juga yang bertahan cukup lama hingga 2 tahun lebih sedikit namun hanya
meninggalkan rasa kecewa serta hati dan pikiran yang kelelahan karena harus
menghadapi kenyataan yang sangat jauh dari kata indah.
Ketika rasa lelah itu sudah tak sanggup lagi aku
tanggung sendiri, aku menceritakan semuanya ke salah seorang sahabatku yang
juga mengenalmu sedari dahulu. Kemudian berkata “Sudahlah, lu capek-capek
mendingan sama Eci aja sana!” Begitu ujarnya. Aku dengan angkuh berkata “Ya
kali, gak ah. Gua tuh maunya sama orang yang bener-bener baru. Yang gak ada di
circle gua sebelumnya, kalau Eci kan udah pernah ada di circle gua.” Dan obrolan
tentangmu berhenti begitu saja. Gak hanya sekali dia menyodorkan kamu untuk aku
dekati lagi, tapi selalu aku tolak sampai akhirnya di 2017 aku melihat sosial
mediamu dan tampaknya kamu sudah sendiri sekarang, kamu jomblo. Tanpa disadari
aku cerita ke sahabatku ini, “Eh, si Eci jomblo tuh kayaknya. Main yuk ajak
doi, lu kapan bisanya? Nanti gue yang ajakkin dia.”Dan disaat yang sama aku
menghubungimu lewat chat di platform
sosial media Path menanyakan nomor
ponselmu.
Terkejut aku terheran-heran, saat kamu balas pesanku
di Path kamu berikan nomor ponselmu
yang ternyata masih aku simpan. Sedari 2008 aku sudah berganti handphone 2 kali
dan berganti nomor ponsel berkali-kali masih kusimpan nomormu, aku takjub
sendiri dengan hal yang penting tidak penting ini. Dari situ, kita berdua mulai
kembali menjalin komunikasi sebagai teman biasa yang sedikit canggung. Aku
memberanikan diri mengajakmu bertemu setelah seminggu kita saling bertukar
pesan melalui whatsapp ditambah
ternyata tempat kerjaku denganmu itu tidaklah jauh, dan sangat mungkin untuk
bertemu.
Pertemuan pertama statusku masih pacar orang saat itu,
hal tersebut cukup membuatmu menjaga jarak saat bertemu denganku. Disaat yang
sama, aku seperti melihat ada kemungkinan yang aku semogakan didiri kamu, entah
apa tapi itu benar-benar ada. Fisikmu? Tidak, kamu jauh dari yang aku dambakan.
Senyummu? Banyak yang lebih menggoda untukku. Lantas apa? Jujur saja, sampai
sekarangpun aku tidak tau. Semenjak obrolan kita melalui whatsapp itu memang kamu lebih banyak menghampiri pikiranku
ketimbang pacarku saat itu, dan tentu aku merasa berdosa telah membuat hal
seperti ini terjadi, aku tidak seharusnya menginginkan orang lain saat masih
ada hati yang harus aku jaga. Kemudian aku banyak berdoa untuk kebimbanganku,
aku bertanya pada sang pencipta dan sempat tersebut dari lidah ku “Tuhan,
tunjukkan padaku mana yang baik untukku karena sesungguhnya Engkaulah Yang Maha
Tau. Dekat dan rekatkan aku dengan yang memang baik menurutMu, jauhkan aku dari
yang memang tidak baik untukku menurutMu.”
Sehari setelah pertemuan kita, Tuhan seperti sedang
menepati janjiNya “Jika kau inginkan sesuatu, mintalah! Maka akan Aku berikan.”
Tiba-tiba saja masalah muncul antara aku dengan pacarku waktu itu dan sialnya
masalah itu meledak hanya karena percikkan kecil, tidak penting, dan memang
menurutku tidak seharusnya masalah itu muncul karena hal sepal. Dia pun memilih
untuk meninggalkan aku ketika itu, sedih? Sesungguhnya tidak, karena aku anggap
ini seperti kata pepatah pucuk dicinta nasi ulampun tiba. Tanpa membuang waktu
akupun mulai merasa leluasa untuk mendekatimu.
Tidak perlu waktu lama memang untuk akhirnya aku yakin
untuk mengutarakan perasaanku kepadamu. Mungkin untuk cewek-cewek zaman
sekarang ucapanku dihari itu menjadi hal yang mereka inginkan terjadi dihidup
mereka, mungkin!
Upnormal Margonda, March 15th, 2017 aku
dengan jantung yang deg-degan dan nafas yang terengah-engah karena harus
menempuh 1 jam perjalanan dari Harmoni ke Depok, duduk dan berkata dihadapanmu “Seharusnya
sih kamu tau apa yang mau aku omongin sekarang. Aku suka sama kamu, aku yakin
sama kamu, sayang sih belum terlalu tapi udah dan akan bertambah tergantung
dari jawaban kamu nanti. Aku gak mau ngajak kamu pacaran karena kayaknya kita gak
butuh itu, aku mau lebih dari itu. Aku mau jalanin komitmen sama kamu, komitmen
yang punya visi, yaitu menikah. Terserah sih sebenernya komitmen ini mau kamu
anggap apa, mau kamu anggap pacaran ya terserah kamu, tapi aku beneran mau
nikah sama kamu cuma ya kasih aku waktu. Seperti yang kamu tau, aku bangkrut,
aku punya hutang sama bank karena masa lalu aku yang dahulu dan hutang tersebut
mau tidak mau harus aku lunasi, sendiri. Aku gak punya uang dan gak sanggup
buat nabung untuk saat ini, maka dari itu aku butuh waktu untuk wujudin ajakkan
aku ini. Setidaknya tolong kasih aku waktu setahun atau lebihin lah sedikit
sekitar 12 bulan untuk menepati janji aku. Tapi kalau nanti ditengah perjalanan
kamu ketemu sama cowok lain yang menurut kamu lebih baik ya silahkan kamu pergi
tinggalin aku, tapi enggak dengan aku. Karena seperti yang aku bilang ke kamu, aku
mau ajak kamu untuk berkomitmen. Kalau jawaban kamu yes, artinya kamu sudah
siap untuk berkomitmen juga dan kalau kamu mangkir that’s your call and it’s
okay for me, from that at least I know you won’t be with me. Gak harus kamu
jawab sekarang, tapi aku sih pengennya dijawab sekarang karena aku udah capek
lewatin macetnya pasar minggu, serta tanjung barat yang biadab itu masa aku gak
dapet jawaban apa-apa.”
Kamu pun diam, senyum, kedip-kedip, lalu tiba-tiba
menarik nafas yang tandanya kamu akan mulai bicara. Sebenarnya kamu meminta
waktu untuk menjawabnya, tapi entah kenapa dengan terus mengajakmu bicara kamu
sendiri malah menjawab disaat itu juga. Jawabanmu sudah sangat aku tunggu dan
aku harapkan, kamu bersedia untuk menjalani komitmen yang aku tawarkan. Cukup
untukku saat itu juga, aku tetapkan hati dan pikiranku hanya untuk kamu.
Seharusnya setelah itu semua perjalanan kita jadi
lebih mudah, tapi ternyata kita berdua harus menghadapi dan menyelesaikan
kisah-kisah lama yang masih mengikuti hidup kita masing-masing. Aku dan
mantanku yang ingin bunuh diri, dan kamu dengan mantanmu sepertinya ingin
membunuh aku hehehe. Sempat aku pasrah dengan hubungan kita karena kesalahanku
dengan mantanku waktu itu, aku serahkan semuanya kepadamu soal kelanjutan hubungan
ini. Tapi diluar bayanganku, kamu bilang padaku sembari menggenggam tanganku
dan menatap tajam ke mataku “Kamu mau janji sama aku kesalahan ini gak akan
terulang lagi? Kamu bisa pastikan kalau kita akan selalu baik-baik aja dan
hal-hal kayak gini atau yang lebih parah sekalipun gak akan terjadi lagi?”Aku
coba menutupi air mataku ketika itu dengan senyum-senyum kecil, menarik nafas
cukup panjang dan berharap aku masih punya kemampuan untuk tak lagi pasrah. “Ya,
aku janji. Semua ini yang terakhir dan mulai detik ini kamu akan punya yang
terbaik dari bagian diri aku.” It’s done, masalah kita selesai, kamu memaafkan
aku dan aku akan berusaha untuk menepati janjiku kedepannya. Semudah itu
menyelesaikan masalah denganmu, tanpa perlu beradu argument, tanpa perlu
menarik urat emosi, kita hanya perlu bicara dari hati ke hati dan berusaha
memberikan yang terbaik selanjutnya.
Di titik inilah aku sadar kenapa Tuhan pilihkan kamu
untukku, di sisi inilah aku tau kenapa aku melihatmu sebagai kemungkinan yang
selalu aku semogakan. Entah bagaimana dengan kamu, tapi inilah aku yang akan mengusahakan segala yang terbaik untukmu.
To be continued!
0 comments:
Post a Comment
Thank's for your comments